Saat ini penelitian terkait vaksin yang bisa mencegah penyebaran Covid-19 masih terus dilakukan. Selain berusaha menciptakan vaksin jenis baru, para ahli juga aktif mengembangkan vaksin corona dari vaksin yang sudah ada, termasuk dari vaksin BCG yang saat ini digunakan untuk mencegah penyakit tuberkulosis (TBC).
Ujicoba vaksin BCG ini umumnya dilakukan pada para petugas kesehatan yang memang berisiko tinggi tertular Covid-19 dari pasien-pasien yang dirawatnya. Saat ini, penelitian tersebut sudah mulai dilakukan di negara-negara seperti Australia dan Belanda.
Sekilas tentang vaksin BCG
Vaksin BCG terbuat dari bakteri yang dilemahkan, untuk mencegah terjadinya infeksi tuberkulosis atau TBC. Vaksin ini pertama kali diujicobakan pada manusia pada tahu 1921. Nama BCG sendiri merupakan singkatan dari Bacillus Calmette-Guerin, sesuai dengan nama para penemunya.
Di Indonesia, vaksin BCG merupakan salah satu imunisasi wajib yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Vaksin ini dianjurkan untuk diberikan sebelum bayi berusia 3 bulan, dengan usia paling optimal pemberian adalah saat bayi berusia 2 bulan.
Vaksin BCG memang memiliki fungsi yang spesifik, yaitu untuk mencegah penyakit TBC. Namun seiring berjalannya waktu, vaksin ini rupanya terbukti dapat memberikan efek perlindungan yang lebih luas seperti mengurangi angka infeksi virus, infeksi saluran pernapasan dan sepsis, serta meningkatkan kekuatan sistem imun di tubuh.
Kesimpulan tersebut didapat dari beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa vaksin BCG berperan secara signifikan dalam mengurangi angka kematian bayi, yang lahir dengan berat badan rendah di negara Guinea Bissau, Afrika Barat.
Selain itu, pada penelitian jangka panjang yang dilakukan selama 25 tahun di 33 negara, vaksin BCG disebut dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISPA) pada anak hingga 40%.
Hal ini membuat para ahli kemudian mempelajari lebih lanjut mengenai efek yang bisa diberikan vaksin BCG terhadap infeksi virus corona, yang saat ini tengah menjadi pandemi dan menginfeksi hampir semua negara di dunia.
Vaksin BCG dinilai berpotensi perangi Covid-19
Baru-baru ini, sebuah studi ilmiah mengungkap hubungan antara vaksin BCG dan tingkat keparahan infeksi dan angka kematian akibat Covid-19. Hasil studi tersebut menyebutkan bahwa negara-negara yang tidak mewajibkan pemberian vaksin BCG seperti Italia, Belanda, dan Amerika Serikat, terdampak lebih parah oleh Covid-19 jika dibandingkan dengan negara-negara yang mewajibkan imunisasi BCG.
Sementara itu, negara yang kewajiban imunisasi BCG-nya cenderung baru, seperti Iran yang baru mewajibkannya di tahun 1984, memiliki angka kematian tinggi akibat infeksi virus corona. Hal ini diduga bisa menjawab sebagian pertanyaan akan sifat SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, yang lebih berbahaya bagi para lansia dibandingkan dengan orang usia muda.
Iran bersama dengan Jepang adalah negara yang sama-sama mewajibkan warganya menerima imunisasi BCG. Namun, Jepang sudah memulai program imunisasi BCG sejak tahun 1947. Sehingga, warga lansia di Jepang, saat ini sebagian besar sudah pernah menerima vaksin BCG.
Melihat fakta tersebut, saat ini Australia sedang melakukan ujicoba skala besar dengan mengikutsertakan 4.000 petugas kesehatan sebagai responden penelitian. Para petugas medis tersebut akan diberikan vaksin BCG. Selama beberapa waktu kedepan, peneliti akan melihat kemampuan vaksin tersebut dalam mengurangi risiko keparahan gejala Covid-19.
Ujicoba serupa juga akan dilakukan di negara lain seperti Belanda, Jerman, dan Inggris. Jika hasilnya baik, vaksin ini diharapkan bisa menjadi solusi sementara untuk memperlambat penyebaran Covid-19, sembari menunggu adanya vaksin yang spesifik digunakan untuk mencegah Covid-19.
• Tentang obat corona: Deretan obat yang berpotensi atasi corona
• Gambaran paru pasien corona: Jika kena corona, ini yang akan terjadi pada paru Anda
• Jika Anda positif corona: Langkah yang perlu dilakukan jika positif corona
Kekurangan dari penelitian vaksin BCG dalam pencegahan Covid-19
Meski terlihat menjanjikan, penggunaan vaksin BCG untuk mencegah penyebaran Covid-19 juga masih memiliki banyak kekurangan, yaitu:
• Penelitian yang dilakukan baru tahap awal
Penelitian dilakukan dengan membandingkan tingkat keparahan infeksi Covid-19 di negara-negara yang memiliki kebijakan mengenai vaksin BCG dan yang tidak. Riset tersebut barulah penelitian tahap awal.
Sehingga, masih dibutuhkan penelitian lanjutan dan penelitian pembanding hingga hasil dari studi tersebut bisa dipastikan secara keilmuan. Penelitan lanjutan dan penelitian pembanding bisa saja menunjukkan hasil yang berbeda dari penelitian awal.
• Vaksin BCG diduga hanya melindungi hingga usia tertentu
Vaksin BCG adalah vaksin yang diberikan pada bayi, sehingga masih perlu diteliti lebih lanjut pengaruhnya pada ketahanan tubuh orang dewasa. Sebab hingga saat ini, ketahanan tubuh yang lebih luas yang disebut bisa diberikan oleh vaksin TBC, kemungkinan hanya akan bertahan kurang dari 2 tahun setelah vaksin diberikan.
Hasil dari penelitian yang sudah ada mengenai tingkat keparahan dan kematian akibat Covid-19 pun bisa saja dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kesiapan menghadapi wabah, fasilitas kesehatan di masing-masing negara, maupun kondisi masing-masing pasien.
• Penelitian dilakukan pada waktu yang kurang tepat
Penelitan yang menghubungkan antara vaksin BCG dan tingkat keparahan infeksi Covid-19, baru dilakukan di satu waktu tertentu. Sehingga, perbandingan yang diberikan antarnegara, bisa saja tidak seimbang.
Satu negara yang disebut lebih parah terdampak, bisa saja memang sedang berada di puncak wabah. Sementara itu, negara lain yang terlihat tidak terdampak parah, baru memasuki tahap awal wabah dan belum puncaknya. Sehingga tingkat keparahannya terlihat timpang.
Meski masih ada kekurangan, tapi uji coba mengenai penggunaan vaksin BCG untuk mencegah penyebaran Covid-19 tetap perlu dilakukan, mengingat belum ada tanda-tanda pandemi akan berakhir dan infeksi makin meluas.
Setidaknya, jika memang benar terbukti, vaksin ini akan membantu sebagai solusi sementara, hingga vaksin corona bisa diproduksi.